Wednesday, 29 October 2014

nilai dan prinsip korupsi

pendidikan anti korupsi
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Korupsi merupakan kata yang dinegasikan oleh setiap orang, namun tidak setiap orang menyadari bahwa korupsi telah menjadi bagian dari dirinya. Hal ini biasanya terjadi akibat pemahaman yang keliru tentang korupsi atau karena realitas struktural yang menghadirkan korupsi sebagai kekuatan sistematik yang membuat tak berdaya para perilakunya. Ada nilai-nilai kultural seperi pemberian hadiah yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi, namun ada pula sistem yang memaksa seseorang berlaku korupsi.
Penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkanfaktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya factor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa saja nilai-nilai anti korupsi?
2.      Apa saja prinsif-prinsif anti korupsi?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai anti korupsi.
2.      Agar kita dapat mengetahui prinsif-prinsif anti korupsi


D.    Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir. Pada bagian awal yaitu cover , kata pengantar dan daftar isi.
Kemudian pada bagian utama penulis membagi menjadi tiga bab yaitu :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari :
1.      Latar Belakang
2.      Rumusan Masalah
3.      Tujuan Penulisan
4.      Sistematika Penulisan
5.      Bab kedua berisi uraian, yang terdiri dari : Pengertian paragraf,  Ciri-ciri paragraf, dan jenis-jenis paragraf.
Bab ketiga merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh makalah  ini dan saran dari penulis.





























BAB II
PEMBAHASAN

Nilai & Prinsip Anti Korupsi

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkanfaktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya factor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

A.     NILAI-NILAI ANTI KORUPSI

Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.

1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan mahasiswa,tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008). Nilai kejujuran dalam kehidupan kampus yang diwarnai dengan budaya akademik sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di kampus. Jika mahasiswa terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup akademik maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai mahasiswa tersebut. Sebagai akibatnya mahasiswa akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap mahasiswa tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang mahasiswa pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari mahasiswa lainnya.
2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan (Sugono : 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di masyarakat. Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam kampus maupun lingkungan di luar kampus.Rasa kepedulian seorang mahasiswa harus mulai ditumbuhkan sejak berada di kampus. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di kalangan mahasiswa sebagai subjek didik sangat penting. Seorang mahasiswa dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di kampus, terhadap pengelolalaan sumber daya di kampus secara efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam kampus. Mahasiswa juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar kampus, terhadap kiprah alumni dan kualitas produk ilmiah yang dihasilkan oleh perguruan tingginya.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan suasana kampus sebagai rumah kedua. Hal ini dimaksudkan agar  kampus menjadi tempat untuk mahasiswa berkarya, baik kurikuler maupun ekstra-kurikuler, tanpa adanya batasan ruang gerak. Selain itu dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai manusia yang utuh dengan berbagai kegiatan di kampus, Kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan interaksi antara mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lainnya sehingga hubungan saling mengenal dan saling belajar dapat dicapai lebih dalam. Hal ini akan sangat berguna bagi para mahasiswa untuk mengembangkan karir dan reputasi mereka pada masa yang akan datang. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menggalang dana guna memberikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang membutuhkan. Dengan adanya aksi tersebut, maka interaksi mahasiswa satu dengan lainnya akan semakin erat. Tindakan lainnya adalah dengan memperluas akses mahasiswa kepada dosen di luar jam kuliah melalui pemanfaatan internet dan juga meningkatkan peran dosen sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator. Ini penting dilakukan karena hubungan baik mahasiswa dengan dosen akan memberikan dampak positif bagi tertanamnya nilai kepedulian. Pengembangan dari tindakan ini juga dapat diterapkan dengan mengadakan kelas-kelas kecil yang memungkinkan untuk memberikan perhatian dan asistensi lebih intensif. Dengan adanya kelas-kelas ini, maka bukan hanya hubungan antara mahasiswa dengan dosen tetapi hubungan antara mahasiswa dengan banyak mahasiswa yang saling interaktif dan positif juga dapat terjalin dengan baik dan di situ mahasiswa dapat memberikan pelajaran, perhatian, dan perbaikan terus menerus. Dengan demikian perhatian dan perbaikan kepada setiap mahasiswa tersebut dapat memberikan kesempatan belajar yang baik.

3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi mahasiswa dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana mahasiswa tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri  mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain.

4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan kampus baik akademik maupun social mahasiswa perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi mahasiswa adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan
dengan sebaik-baiknyauntuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup akademik maupun social kampus. Selain itu disiplin dalam belajar perlu dimiliki oleh mahasiswa agar diperoleh hasil pembelajaran yang maksimal.
Tidak jarang dijumpai perilaku dan kebiasaan peserta didik menghambat dan tidak menunjang proses pembelajaran. Misalnya, sering kita jumpai mahasiswa yang malas, sering absen, motivasi yang kurang dalam belajar, tidak mengerjakan tugas, melanggar tata tertib kampus, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan masih banyak mahasiswa yang tidak memiliki kedisiplinan. Dengan kondisi demikian, dosen dituntut untuk dapat mengembangkan sikap disiplin mahasiswa dalam belajar dan berperilaku di kampus. Mendisiplinkan mahasiswa harus dilakukan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh jiwa dan perasaan mahasiswa, yaitu dengan bentuk penerapan kasih sayang. Disiplin dengan cara kasih sayang ini dapat membantu mahasiswa agar mereka dapat berdiri sendiri atau mandiri. Saat ini perilaku dan kebiasan yang buruk/negatif dari mahasiswa cenderung mengarah kepada suatu tindakan kriminalitas suatu tindakan yang melawan hukum. Kenakalan mahasiswa dapat dikatakan dalam batas kewajaran apabila dilakukan dalam kerangan mencari identitas diri/jati diri dan tidak merugikan orang lain. Peranan dosen dalam menanamkan nilai disiplin, yaitu mengarahkan dan berbuat baik, menjadi teladan/contoh, sabar dan penuh pengertian. Dosen diharuskan mampu mendisiplinkan mahasiswa dengan kasih sayang, khususnya disiplin diri (self discipline). Dalam usaha tersebut, dosen perlu memperhatikan dan melakukan:
a. Membantu mahasiswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya, misalnya waktu belajar di rumah, lama mahasiswa harus membaca atau mengerjakan tugas.
b. Menggunakan pelaksanaan aturan akademik sebagai alat dan cara untuk menegakan disiplin, misalnya menerapkan reward and punishment secara adil, sesegera mungkin dan transparan (Siswandi: 2009).

5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono : 2008).Mahasiswa adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari pendidikan terakhirnya yang berkelanjutan melanjutkan pendidikan dalam sebuah lembaga yang bernama universitas (Harmin: 2011). Mahasiswa yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding mahasiswa yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Mahasiswa yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang lain. Mahasiswa yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap mahasiswa tersebut. Mahasiswa yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat

6. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan mahasiswa harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bias menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu mahasiswa dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan semakin optimum. Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan.

7. Sederhana
Gaya hidup mahasiswa merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak mahasiswa me-ngenyam masa pendidikannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap mahasiswa dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.

8. Keberanian
Jika kita temui di dalam kampus, ada banyak mahasiswa yang sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian, mahasiswa dituntut untuk tetap berpegang teguh pada tujuan. Terkadang mahasiswa tetap diberikan pekerjaan-pekerjaan yang sukar untuk menambahkan sikap keberaniannya. Kebanyakan kesukaran dan kesulitan yang paling hebat lenyap karena kepercayan kepada diri sendiri. Mahasiswa memerlukan keberanian untuk mencapai kesuksesan. Tentu saja keberanian mahasiswa akan semakin matang diiringi dengan keyakinannya. Untuk mengembangkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan mahasiswa, terutama sekali mahasiswa harus mempertimbangkan berbagai masalah dengan
sebaik-baiknya. Pengetahuan yang mendalam menimbulkan perasaan percaya kepada diri sendiri. Jika mahasiswa menguasai masalah yang dia hadapi, dia pun akan menguasai diri sendiri. Di mana pun dan dalam kondisi apa pun sering kali harus diambil keputusan yang cepat dan harus dilaksanakan dengan cepat pula. Salah satu kesempatan terbaik untuk membentuk suatu pendapat atau penilaian yang sebaik-baiknya adalah dalam kesunyian di mana dia bisa berpikir tanpa diganggu. Rasa percaya kepada diri sendiri adalah mutlak perlu, karena mahasiswa harus memelihara rasa percaya kepada diri sendiri secara terus menerus, supaya bisa memperkuat sifat-sifat lainnya. Jika mahasiswa percaya kepada diri sendiri, maka hal ini akan terwujud dalam segala tingkah laku mahasiswa. Seorang mahasiswa perlu mengenali perilakunya, sikap, dan sistem nilai yang membentuk kepribadiannya. Pengetahuan mengenai kepribadian dan kemampuan sendiri perlu dikaitkan
dengan pengetahuan mengenai lingkungan.

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Bagi mahasiswa karakter adil ini perlu sekali dibina sejak masa perkuliahannya agar mahasiswa dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar. Di dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran-pemikiran sebagai dasar pertimbangan untuk menghasilkan keputusan akan terus berkembang seiring dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dalam masa perkuliahan setiap mahasiswa perlu didorong untuk mencari pengalaman dan pengetahuan melalui
interaksinya dengan sesama mahasiswa lainnya. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat
semakin bijaksana dalam mengambil keputusan dimana permasalahannya semakin lama semakin
kompleks atau rumit untuk diselesaikan.

B.     PRINSIP-PRINSIP ANTI-KORUPSI

Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas : 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor. Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik : 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre : 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo : 2005). Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001).
Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo : 2007). Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para mahasiswa untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan : 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu proses penganggaran, proses penyusunan kegiatan, proses pembahasan, proses pengawasan, dan proses evaluasi. Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan
dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.

3. Kewajaran/ fairness
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.

4. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar mahasiswa dapat mengetahui dan  memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan Negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui
sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

5. Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang di buat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. Sedangkan kontrol kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai. Setelah memahami prinsip yang terakhir ini, mahasiswa kemudian diarahkan agar dapat berperan aktif dalam melakukan tindakan
kontrol kebijakan baik berupa partisipasi, evolusi maupun reformasi pada kebijakan-kebijakan kehidupan mahasiswa dimana peran mahasiswa adalah sebagai individu dan juga sebagai bagian dari masyarakat, organisasi, maupun institusi.

























BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Korupsi sebagai sebuah bentuk konsepsi mengalami pemaknaan yang beragam. Mulai pemaknaan yang bersifat etimologis, terminologis, sampai levelisasi korupsi. Sebagai sebuah penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah kekuasaan untuk mencari keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan kepercayaan  yang ada pada setiap orang. Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan. Korupsi tidak hanya berlangsung pada level struktural, tapi juga kultural.
Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya factor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

B.     SARAN
Jauhilah korupsi,karena korupsi selain merugikan orang lain juga merugikan diri kita sendiri. Selain dilarang oleh agama juga ada hukum pidana baik yang memberi maupun yang menerima suap.













Daftar Pustaka

BAPPENAS RI (2002), Public Good Governance: Sebuah Paparan Singkat, Jakarta: Bappenas RI
Dubnick, Melvin (2005), Accountability and the Promise of Performance, Public Performance and
Management Review (PPMR), 28 (3), March 2005
Harmin (2011), Karakteristik Mahasiswa yang Bertanggung Jawab, artikel dari harmin-newworld.
blogspot.com.
Kurniawan (2010), Akuntabilitas Publik: Sejarah, Pengertian, Dimensi dan Sejenisnya, Jakarta.
Pierre, Jon (2007), Handbook of Public Administration, London : SAGE Publication Ltd.
Prasojo, Eko, Teguh Kurniawan, Defny Holidin (2007), Refomasi dan Inovasi Birokrasi: Studi di
Kabupaten Sragen, Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI dan Yappika - CIDA.
Prasojo, Eko (2005), Demokrasi di Negeri Mimpi: Catatan Kritis Pemilu 2004 dan Good Governance, Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
Puslitbang BPKP (2001), Evaluasi Perkembangan Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta:
BPKP
Siswandi (2009), Mengembangkan Disiplin Siswa, artikel dari www.nazwadzulfa.wordpress. com.
Sjaifudin, Hetifah (2002), Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, Jakarta.
Sugono, Dendy (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Supardi, Endang (2004), Kewirausahaan SMK: Kiat Mengembangkan Sikap Mandiri, Bandung:
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.Pendidikan Nasional.